Rabu, 22 Februari 2012

Ekonomi Pembangunan


REVITALISASI CITRA INDONESIA SEBAGAI NEGARA AGRARIS

BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang Masalah
(Isnani,1996:8) mengatakan “Ilmu ekonomi pembangunan merupakan cabang ilmu ekonomi yang menganalisa masalah-masalah serta menciptakan perkembangan ekonomi yang diharapkan”.  Ilmu ekonomi pembangunan lebih menitikberatkan perhatiannya pada negara sedang berkembang (NSB), dikarenakan dalam negara sedang berkembang (NSB) mempunyai banyak masalah.  Oleh karena itu berbagai mekanisme ekonomi dan sosial yang harus diciptakan demi meningkatnya standar hidup  penduduk miskin di Negara Dunia Ketiga.
Tingkat hidup yang rendah dan tertekan mencerminkan sebab-musabab yang lebih mendasar dan bersifat strukturil.  Tingkat hidup yang rendah tersebut merupakan akibat dari serangkaian keganjilan dan kepincangan yang terdapat pada perimbangan-perimbangan keadaan yang menyangkut dasar dan kerangka susunan masyarakat negara sedang berkembang (NSB) sendiri.  (Djojohadikusumo,1986:11).
Kepincangan dan keganjilan itu menyangkut  empat masalah yaitu:
1.      Keganjilan dalam perimbangan antara keadaan faktor-faktor produksi yang tersedia dalam masyarakat yaitu mencakup sumber daya manusia(SDM), sumber daya alam (SDA), sumber daya modal, ketrampilan, teknologi, dan lain sebagainya.  Secara umum dapat dikatakan bahwa negara sedang berkembang (NSB) mengalami kekurangan modal dan keahlian atau entrepreneur jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah dengan pesat dan kalau diukur dengan keharusan untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam.  Arah kebijakan untuk mengatasi masalah ini adalah berbagai bentuk upaya pembentukan modal dan pengembangan sumber daya manusia, termasuk didalamnya  menumbuhkembangkan jiwa entrepreneur
2.      Kepincangan dalam tingkat pertumbuhan antara berbagai sektor kegiatan ekonomi.  Terdapat sektor kegiatan ekonomi yang tumbuh dengan pesat, namun disisi lain ada pula sektor kegiatan ekonomi yang tertinggal.  Investasi modal dan penggunaan teknologi pada masa lampau diarahkan secara intensif pada sektor-sektor yang terbatas, yaitu sektor perkebunan dan sektor pertambangan.   Disektor pertanian pengangguran tak kentara semakin besar sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk.  Sektor ini pula yang paling potensial untuk terjadinya pengangguran tak kentara.  Dipihak lain sektor ekstratif yang sekarang berkembang dengan cepat memerlukan modal yang besar dan teknologi yang maju.  Namun dipihak lain sektor ini sangat terbatas dalam menyerap tenaga kerja.  Keadaan inilah yang pada akhirnya mempertajam ketidakseimbangan struktur ekonomi negara sedang berkembang(NSB).  Arah kebijakan untuk mengatasi masalah ini adalah upaya untuk mengembangkan berbagai sektor kegiatan ekonomi yang  semakin meluas.
3.      Kepincangan dalam pembagian kekayaan dan pendapatan diantara golongan-golongan masyarakat.  Hanya sebagian kecil masyarakat yang menguasai kekayaan dan menikmati sebagian besar pendapatan.  Kepincangan dalam pembagian pendapatan juga ada pada pembagian antara berbagai daerah dan antar lingkungan kota dan desa.  Arah kebijakan dalam hubungan ini adalah berbagai upaya untuk menciptakan pembagian pendapatan yang lebih merata, baik antar daerah maupun antar golongan dalam masyarakat.  Sedangkan dari sisi pembagian kekayaan lebih banyak disikapi sebagai fakta, karena tidak dapat dilepaskan denga masa lampau.
4.      Masyarakat negara sedang berkembang(NSB) berada dalam pergolakan transisi, yang sering terasa adanya kelemahan kelembagaan masyarakat dan pada sifat hidupnya.  Aspek-aspek tersebut kurang memadai dari sudut kelancaran pembangunan dan kemajuan masyarakat.  Modernisasi masyarakat memerlukan perubahan dan penyesuaian, baik dalam sikap hidup maupun dalam kelembagaannya.  Arah kebijakan dalam hubungan ini adalah berbagai upaya untuk memberdayakan kelembagaan masyarakat serta upaya untuk memperbaiki sifat-sifat hidup masyarakat yang lebih kondusif.(Isnani,1996:25-26).
Merujuk pada keganjilan dan kepincangan yang diuraikan diatas,makalah ini lebih menyoroti masalah dan arah kebijakan yang ke-2 tentang kepincangan dalam tingkat pertumbuhan sektor ekonomi, ada sektor ekonomi yang tumbuh dengan pesat dan ada pula yang kurang.  Oleh karena itu makalah ini membahas tentang penyebab terjadinya keganjilan dan alternatifnya supaya sektor-sektor ekonomi ini mwenjadi seimbang antara perkebunan, pertanian dan pertambangan.  Apalagi dizaman orde baru (ORBA) Indonesia terkenal sebagai negara pengekspor padi terbesar di ASEAN, tapi sekarang ini Indonesia menjadi negara pengekspor.  Indonesia dulu juga terkenal dengan negara yang dengan sumber daya alam (SDA).  Semua penjelasan tadi membuat penulis ingin merevitalisasi sektor agraris ini agar terjadi keseimbangan sektor ekonomi.
1.2       Rumusan Masalah
1.      Mengapa sektor agraris perlu direvitalisasi?
2.      Bagaimana cara revitalisasi sektor agraris?
3.      Apa akibat yang ditimbulkan bagi sektor agraris yang lain jika revitalisasi ini sudah dilaksanakan?
1.3       Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui perlunya revitalisasi sektor agraris.
2.      Untuk mengetahui cara revitalisasi sektor agraris.
3.      Untuk mengetahui akibat dari pelaksanaan revitalisasi bagi sektor ekonomi yang lain.
Teknik penulisan makalah ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (PPKI) UM Edisi Keempat.(UM,2003).













BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Perlunya Sektor Agraris Direvitalisasi.     
Indonesia salah satu dari sekian banyak negara sedang berkembang (NSB)  yang ada di Dunia ini, ciri negara sedang berkembang  adalah memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah ruah, memiliki tenaga kerja yang banyak meski tenaga kerjanya itu mayoritas adalah pekerja kasar yang keahliannya masih kurang, memiliki modal (uang, peralatan berat) yang sedikit, dsb.  Sumber daya alam (SDA) yang melimpah ruah itu oleh rakyat Indonesia tetap dibiarkan saja atau diambil tapi langsung diekspor mentahnya saja seperti barang tambang, minyak bumi, hasil pertanian dan hasil perkebunan.  Hal itu Indonesia lakukan karena tidak mempunyai pilihan lain, sumber daya manusia (SDM) masih rendah, keahlian yang dimiliki masih kurang, dan teknologi yang dimiliki masih belum tersedia, dan umumnya rakyat Indonesia bekerja sebagai petani.(Isnani, 1996: 9-13  )
A.    Perkembangan Sektor Agraris Pada Zaman Pemerintahan Orde Baru (ORBA)
Pada pemerintahan Orde Baru (ORBA) Presiden Soeharto dalam membuat kebijakan lebih menitikberatkan pada sektor pertanian yang dituangkan dalam rencana pembangunan jangka panjang, semua usaha itu ternyata membuahkan hasil, Indonesia mendapat julukan “Macan Asia”.  Predikat ini muncul setelah Indonesia berhasil membangun sektor pertanian sehingga menjadi negara swasembada beras bahkan negara pengekspor beras terbesar se-Asia. Pertumbuhan yang cukup tinggi dan signifikan Indonesia alami selama tahun 1984-1989.  Perkembangan zaman di tahun-tahun terakhir orde baru (ORBA) berlanjut pada masa reformasi hingga dewasa ini, telah membawa bangsa Indonesia memacu perekonomian negara lebih kearah bidang industri, teknologi dan penanaman saham. Banyak pemuda Indonesia yang meninggalkan bidang pertanian, bahkan muncul iklim berpikir profesi sebagai petani adalah profesi yang terbelakang dan tidak populer.  Pemikiran yang seperti ini harus kita hilangkan, pekerjaan menjadi seorang petani bukanlah pekerjaan yang terbelakang tapi tergantung dari diri sendiri, jika dalam profesi petani  kita bisa menggabungkannya dengan teknologi, berarti profesi sebagai petani bukanlah profesi yang terbelakang, karena dalam profesi ini kita mampu menemukan teknologi pertanian yang bisa menunjang hasil pertanian untuk lebih banyak dan lebih maju lagi seperti: alat-alat pertanian yang sudah menggunakan tenaga mesin(traktor, mesin penggiling padi), benih-benih yang dapat memberikan hasil panen lebih banyak, ditemukannya obat pemberantas hama tanaman,dsb.(napitupulu,2009).
Berikut ini adalah data-data mengenai ekspor Indonesia di sektor agraris yang dikutip dari bukunya  (Soekarwati,2000,3-5)
Tabel 1 adalah perbandingan antara nilai ekspor hasil pertanian tahun 1995 dan 1996.  Membandingkan angka yang tertera di tabel 1 dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Bahwa kenaikan ekspor hasil pertanian hingga bulan Agustus 1996 tercatat sebesar US $ 402,6 juta atau naik 14,5%.
2.      Bahwa melalui angka prediksi hingga bulan Desember 1996, maka kenaikan ekspor hasil pertanian adalah sebesar US $ 402,1 juta atau naik sebesar 8,9%.
TABEL 1. Perbandingan Perolehan Ekspor Hasil Pertanian Tahun 1995 dengan 1996 (dalam juta dollar AS)
No
Komoditi
1995*
1996*
1995**
1996**
1
Karet
1.352,1
1.322,9
1.963,3
2.160,0
2
Minyak sawit
520,2
684,2
934,7
944,0
3
Kopi
300,4
370,6
606,5
690,5
4
Kakao
186,3
237,1
308,3
348,4
5
Minyak Kelapa
65,0
164,3
93,6
199,4
6
Lada
82,4
58,9
155,4
157,0
7
Teh
53,9
66,0
87,7
95,5
8
Tembakau
34,6
56,6
115,5
162,0
9
Jambu Mete
10,2
13,7
21,3
23,4
10
Lain-lain***
173,8
207,2
218,4
207,6

Jumlah
2.778,9
3.181,5
4.504,7
4.906,8
Keterangan:        *) Angka sampai bulan Agustus 1996.
                           **) Angka perkiraan sampai bulan Desember 1996.
                                              ***) Lain-lain: kayu manis, bungkil, kopra,kapuk, pala, panili, pinang, kemiri, kapulaga, asam jawa, gula merah, tetes tebu, jahe, sereh wangi, minyak nilam biji kapas, dan lain-lain.
Sumber: Biro Pusat Statistik Dan Laporan Mingguan Bank Indonesia(dalam Kompas, 27 Desember 1996).
Jadi kenaikan ekspor (dibandingkan tahun 1995) adalah naik, yaitu sebesar US $ 402,6 juta pada bulan Agustus 1996 atau naik sebesar US $ 402,1 juta pada bulan Desember 1996.  Namun secara relatif hal tersebut sebenarnya menurun sebesar 14,5%(hitungan sampai bulan Agustus 1996) turun menjadi 8,9% pada bula Desember 1996.  Mengingat situasi perekonomian dunia yang sangat tidak kondusif adalah dianggap cukup berhasil.
B.     Perkembangan Sektor Agraris Pada Zaman Reformasi
Sementara ini kita masih harus berhadapan dengan polemik harga beras.  Impor beras yang selama ini masuk dari Thailand menggusur beras lokal dikarenakan harganya yang relatif jauh lebih murah. Menurunnya produksi beras lokal adalah sebagai akibat dari kegagalan panen, pengelolaan pertanian yang buruk serta ekonomi pertanian yang kurang memadai.  Produksi beras yang minim ini tetap dihadapkan dengan kebutuhan beras masyarakat sehingga berdampak pada kenaikan harga beras lokal, harga beras impor lebih murah.  Namun kita patut berbangga dengan perjuangan ekonomi nasional dengan melihat fakta bahwa pada tahun 2008 negara kita sudah mencapai swasembada beras. Padahal di akhir tahun 2008 kita semua berhadapan dengan suasana krisis ekonomi global yang sangat mengguncang negara-negara di dunia.  Selama 2 tahun terakhir produksi beras kita cenderung meningkat yaitu di angka pertumbuhan 5% setiap tahunnya.
Lahirlah kemudian kebijakan pemerintah bahwa untuk tahun 2009 ini Indonesia tidak mengimpor beras.  Produksi beras nasional pada tahun 2008 sudah mencapai 3,1 juta ton, sehingga bukan lah suatu mimpi di siang bolong bila kita berharap dan bertekad akan menjadi negara pengekspor beras pada triwulan IV tahun 2009 ini. Ekspor beras akan direalisasikan apabila Indonesia sudah mencapai surplus produksi beras sebanyak 5 juta ton (produksi beras 35.9 juta ton sedangkan kebutuhan beras per tahun 30.9 juta ton).
Angka-angka  yang membanggakan  di sektor Pertanian di atas adalah fakta yang harus kita pertahankan serta kita tingkatkan.  Kemajuan tersebut memberikan peluang yang sangat berarti bagi terciptanya lapangan-lapangan kerja baru bagi masyarakat. Badan-badan maupun instansi terkait dituntut untuk segera memulai pengelolaan pertanian secara profesional, tertata dan modern. Oleh karenanya setiap pihak harus memberi perhatian lebih guna mendukung pengembangan perekonomian bangsa.(Napitupulu, 2009)
Dari semua penjelasan diatas menandakan kalau pada masa orde baru sektor agraris berkembang sangat pesat mulai tahun 1984-1989  pada masa ini produksi padi Indonesia sampai berlebih dan hal ini mendorong untuk Indonesia ekspor keluar negeri, program swasembada pangan yang berhasil digalakkan, dsb.  Sedangkan setelah orde baru runtuh dan berganti pada era reformasi sektor agraris tidak berkembang dengan pesat lagi apalagi ditambah dengan adanya krisis moneter pada tahun 1997-1998(masa-masa akhir kepengurusan presiden soeharto) membuat semua harga bahan kebutuhan pokok naik hampir ½ % dari harga awalnya, kondisi perekonomian yang tidak stabil, banyak perusahaan yang coleps, dsb malah memperparah rentetan masalah yang dihadapi oleh negara Indonesia waktu itu.  Indonesia terpaksa harus impor dari negara tetangga agar kebutuhan pokok masyarakatnya terpenuhi, harga barang stabil, dsb.  Baru tahun 2008 ini kondisi Indonesia disektor agraris cukup meningkat, semua itu menandakan bahwa dalam setiap pergantian pemimpin negara tidak harus semua kebijakannya berubah total tapi bagaimana seorang pemimpin yang baru ini bisa meneruskan kebijakan baik dan yang berhasil pemimpin yang lama dan menjadikan kebijakan atau keekurangan dalam pemerintahan pemimpin yang lama sebagai pengalaman untuk arahan kedepannya.
Dari dua penjelasan diatas mengenai perkembangan sektor agraris baik dalam pemerintahan orde baru (ORBA) maupun pemerintahan pada era reformasi masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam pemerintahannya tapi sejauh mana kita bisa mengambil kelebihan tersebut untuk kita pertahankan dan ditingkatkan lagi, serta sejauh mana kita menjadikan kekurangan tersebut sebagai bahan pelajaran bagi kita untuk kedepannya agar kita tidak jatuh kelubang yang sama lagi. Maka dari itu, dibawwah ini dikupas beberapa masalah yang menyebabkan sektor agraris ini tidak begitu maju, dibanding dengan sektor-sektor yang lain, padahal seperti yang telah kita ketahui bahwa sektor agraris merupakan sektor penunjang perekonomian Indonesia.
C.    Masalah dalam Pembangunan Pertanian
1.      Masalah Teknologi
Belum berkembangnya secara baik teknologi dibidang pertanian sehingga produktivitas pertanian sangat rendah.  Diperkirakan kehilangan pendapatan dari rendahnya produktivitas pertanian mencapai Rp 200 trilyun/tahun, belum termasuk perikanan dan kehutanan.  Teknologi benih, pupuk, pengendali OPT, teknlogi budidaya, teknologi pascapanen, pengolahan, penyimpanan, transportasi dan lain-lain masih sangat terbatas pada pengembangan dan penerapannya.
2.      Masalah Kelembagaan
Meskipun telah dikembangkan kelompok tani sejak 3-4 dasawarsa yang lalu, namun efektivitasnya terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani belum memadai.  Kelembagaan pendukung pembangunan pertanian seperti kelembagaan pasar, kelembagaan keuangan, kelembagaan komoditas, belum secara baik dapat diakses oleh para petani.
3.      Masalah Permodalan
Sangat berbeda dengan negara-negara pertanian lainnya, di Indonesia belum ada institusi yang menjamin pendanaan disektor pertanian.  Dinegara-negara lain pada umumnya sudah mempunyai bank pertanian.  Di Indonesia belum ada perbankan yang secara full dedicated terhadap pembangunan pertanian.  Lembaga keuangan mikro yang diharapkan bisa membantu petani belum berkembang secara signifikan sehingga tidak dapat menjangkau petani secara keseluruhan kredit program(bunga rendah) yang banyak dimanfaatkan oleh petani di negara lain, tetapi di indonesia tidak berkembang secara konsisten dan bahkan cenderung untuk dihapus.
4.      Masalah Pengolahan dan Pascapanen
Nilai tambah hasil pertanian sesungguhnya berada pada kegiatan hilir yaitu di industri pengolahan dan pemasarannya.  Industri pengolahan skala besar banyak yang undercapacity bahkan idle selain karena kekurangan bahan baku juga komoditas pertanian yang diekspor dalam bentuk bahan mentah, sehingga industri dalam negeri tidak kebagian bahan baku.  Disamping itu industri pengolahan skala besar kecil yang diyakini dapat membantu petani, belum berkembang secara signifikan.  Oleh karena itu perlu ada Gerakan Industrialisasi Pertanian Pedesaan (GERINDA).
5.      Masalah Pemasaran
Kata kunci dari pembangunan pertanian adalah tersedianya pasar baik baik untuk produk segar maupun olahan.  Lemahnya akses petani kepasar menyebabkan petani hanya menerima 25-50% dari harga konsumen akhir untuk sebagian komoditas pertanian.  Lembaga pemasaran yang ada belum secara signifikan membantu para produsen, dan lebih banyak menguntungkan para pedagang.  Di pasar ekspor juga ada kecenderungan yang surplus perdagangan hasil pertanian terus menurun, baik karena volume ekspor atau impor maupun karena pengaruh harga.
6.      Masalah Kualitas SDM
Tingkat pendidikan petani yang sebagian besar (lebih dari 80%) tidak tamat SD merupakan salah satu masalah mendasar dalam pembangunan pertanian.  Pengolahan usaha tani secara tradisional menjadi indikasi dari dampak lemahnya kualitas SDM masyarakat pertanian kita.  Pada segmen kegiatan pembangunan pertanian lainnya seperti pada pengolahan dan pemasaran produk hasil di Indonesia dan kualitas SDM yang rendah, sehingga dikhawatirkan tidak mampu bersaing dipasar bebas.  Kemampuan mengolah dan menjual atau negosiasi sangat ditentukan oleh kualitas SDM.
7.      Masalah Koordinasi
Pembangunan pertanian sebagai suatu sistem dari hulu sampai ke hilir melibatkan banyak pihak, sehingga memerlukan koordinasi yang efektif.  Egoisme sektoral dan institusi yang menyulitkan dapat menghambat terciptanya koordinasi yang efektif.  Kebijaksanaan dan program pembangunan pertanian yang tersebar dikalangan departemen menjadikan faktor koordinasi ini sangat strategis dan menentukan.
8.      Masalah Infrastruktur
Karakteristik usaha dan produk pertanian memerlukan dukungan infrastruktur yang memadai, seperti jalan produksi, air irigasi, transportasi, listrik, pelabuhan, telekomunikasi, pergudangan, cool storage dan lain-lain.  Infrastruktur tersebut dibutuhkan diwilayah produksi yang justru sampai dengan saat ini belum mendapat sentuhan dan perhatian yang memadai.  Infrastruktur berpengaruh sangat besar terhadap pembangunan pertanian terutama terhadap efisiensi, kehilangan hasil, kualitas produksi, sitem tanam, produktivitas yang pada akhirnya mempengaruhi pendapatan dan kesejahteraan petani.
9.      Masalah Informasi
 Perkembangan teknologi informasi belum banyak menyentuh sektor pertanian terutama di tingkat petani.  Globalisasi yang menghapus batas-batas  geografis wilayah, menyebabkan arus informasi bergerak cepat.  Para investornya disektor pertanian.(Nuhung,2006:12-16)
2.2       Cara Revitalisasi Sektor Agraris.
Indonesia yang terletak di khatulistiwa dengan iklim kepulauan dan hutan hujan tropisnya dan kekayaaan alam yang melimpah ruah dengan kecukupan curah hujan  atau irigasinya memadai akan menjadikan tanahnya memiliki produktivitas tertinggi didunia.  Ditambah sinar matahari yang memancar sepanjang tahun dan suhu rata-rata, seharusnya Indonesia mempunyai keunggulan komparatif yang dapat diandalkan bila dibandingkan dengan negara manapun didunia.  Sumber daya pertanian  ditambah kekayaan alam diluasan laut, semestinya merupakan modal dasar yang sangat besar untuk pembangunan Indonesia.  Namun, apa yang terjadi selama ini dengan pertanian Indonesia? pertanian sebagai basis pembangunan nasional terasa “tersisihkan” oleh pemerintah.  Kebijakan yang  oleh pemerintah sering kali kurang menguntungkan petani sebagai komunitas terbesar dalam negara agraris.  Pembangunan pertanian di era 1960-an dengan menerapkan resolusi hijau berupa program intensifikasi pertanian (penggunaan bibit unggul, pupuk kimiawi, irigasi yang baik, serta keberhasilan swasembada pangan awal 1980-an tak diikuti dengan program-program yang menunjukkan kepedulian pemerintah terhadap pertanian. Azas pembangunan yang lebih mementingkan pertumbuhan dan stabilitas menyebabkan kita terlena.  Perbedaan harga pupuk Urea, TSP,Ponska, ZA dan KCL dalam rupiah dipasar domestik, pasar dunia, dan tingkat petani (Riil) di lokasi pertanian, tahun 2002.
no
Jenis pupuk
Harga pasar dunia(a)
Harga pasar domestik(b)
Harga tingkat petani(c)
Persentase (a)-(b)
persentase
1
Urea
1020
1163
1216
0,12
0,16
2
TSP
1307
1491
1506
0,12
0,13
3
Ponska
1536
1299
1675
0,18*
0,08
4
ZA
1024
1171
1300
0,14
0,21
Sumber: Data sekunder dan primer, diolah 2003
Keterangan : * harga lebih murah
Tabel 2 menunjukkan bahwa harga pupuk ditingkat petani baik pupuk Urea, TSP, Ponska dan ZA lebih mahal dari pada harga ditingkat pasar dunia dan pasar domestik  yang  ditetapkan oleh pemerintah .  Selisih antara harga yang ditetapkan pemerintah dengan harga ditingkat petani disebabkan tidak efisiensi saluran pemasaran dari lokasi bongkar muat di pelabuhan sampai dengan tingkat petani. Kebijakan dapat dilihat dari biaya yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebesar Rp 17,00 sampai dengan Rp 25,00 per kg untuk transportasi, handing cost, dan distribusi sampai dengan petani. Oleh karena itu, harga yang ditetapkan pemerintah sudah termasuk ketiga biaya itu. Namun demikian, nilai tersebut masih ditambah dengan biaya yang diluar jangkauan kebijakan pemerintah . misal: pungutan transportasi untuk sampai pada tempatnya dan saluran pemasaran yang panjang membuat harga pupuk saat diterima petani menjadi mahal.
Sektor agraris diIndonesia saat zaman orde baru (ORBA) sudah sangat bagus sekali terbukti dengan negara Indonesia mendapat julukan sebagai “macan asia” karena program  swasembada pangannya berhasil, hasil pertanian Indonesia mampu untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri dan bahkan luar negeri sekalipun terbukti negara Indonesia sebagai negara pengekspor tertinggi se-ASEAN.  Saat pemerintahan  ORBA  runtuh negara Indonesia khususnya disektor agraris sudah tidak bisa seperti dulu lagi terbukti harga beras dan kedelai naik dipasaran, semua ini dikarenakan hasil panen padi dan kedelai tidak mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri, akibatnya pemerintah harus impor ke luar negeri agar kebutuhan akan beras dan kedelai tercukupi. Namun pada tahun 2008 hasil produksi dari sektor agraris sudah mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri dan kemungkinan Indonesia akan mengekspor hasil produksi dari sektor agraris jika hasil panenya sudah mencapai 5 juta ton.  Hal itu bisa berhasil karena kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam undang-undang RPJPN, SPPN dan Perpres RPJMN mengenai pembangunan nasional baik dalam jangka panjang.
Dalam RPJPN BAB II  tentang Program Pembangunan Nasional yang tercantum dalam  Pasal 3 menjelaskan bahwa RPJPN merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdsarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam bentuk rumusan visi, misi dan arah Pembangunan nasional.
Dalam Penjelasan Atas Undang-Undang Rwepublik Indonesia nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 I UMUM menjelaskan kalau Pembangunan Jangka Panjang nasional Tahun 2005-2025 merupakan kelanjutan dari pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana diamnatkan dalam pembukaan UUD 1945.  Untuk itu, dalam 20 tahun mendatang, sangat penting dan mendesak bagi bangsa Indonesia untuk melakukan penataan kembali berbagai langkah-langkah dibidang pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, lingkungan hidup dan kelembagaannya sehingga bangsa Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dan mempunyai posisi yang sejajar serta daya saing yang kuat didalam pergaulan masyarakat Internasional.
Dalam lampiran undang-undang republik Indonesia nomor 17 tahun 2007 tentang RPJPN tahun 2005-2025  BAB II Kondisi Umum  menjelaskan kalau pembangunan nasional yang telah dilaksanakan selama ini telah menunjukkan kemajuan diberbagai bidang kehidupan masyarakat, yang meliputi bidang sosial budaya dan kehidupan beragama, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi(iptek), politik, pertahanan dan keamanan, hukum dan aparatur, pembangunan wilayah dan tata ruang, penyediaan sarana dan prasarana, serta pengolahan SDA dan lingkungan hidup.  Disamping banyak kemajuan yang dicapai, masih banyak pula tantangan atau masalah yang sepenuhnya belum terselesaikan.  Untuk itu, masih diperlukan upaya untuk mengatasinya dalam pembangunan nasional 20 tahun kedepannya.
Kondisi Umum dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menjelaskan bahwa:
1.      Kemampuan pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan iptek mengalami peningkatan.  Berbagai hasil penelitian, pengembangan dan rekayasa teknologi telah dimanfaatkan oleh pihak industri dan masyarakat.  Jumlah publikasi ilmiah terus meningkat meskipun tergolong masih sangat rendah ditingkat internasional.  Hal itu mengindikasikan peningkatan kegiatan penelitian, transparansi ilmiah, dan aktifitas diseminasi hasil penelitian dan pengembangan.
2.      Walaupun demikian, kemampuan nasional dalam dalam penguasaan dan  pemanfaatan iptek dinilai masih belum memadai untuk meningkatkan daya saing.  Hal itu ditunjukkan antara lain, masih rendahnya sumbangan iptek disektor produksi, belum efektifnya mekanisme intermediasi, lemahnya sinergi kebijakan, belum berkembangnya budaya iptek dimasyarakat, dan terbatasnya sumber daya iptek.
Kondisi Umum Dibidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
1.      Sumber daya alam dan lingkungan hidup mempunyai peran ganda, yaitu dalam sebagai modal pembangunan dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan.  Hasil pembangunan SDA dan lingkungan telah mampu menyumbang 24,8% terhadap PDB dan 48% terhadap penyerapan tenaga kerja.  Namun pengelolaan SDA tersebut masih belum berkelanjutan dan masih mengabaikan kelestarian fungsi lingkungan hidup sehingga daya dukung lingkungan menurun dan ketersediaan SDA menipis.  Menurunnya daya dukung dan ketersediaan SDA juga terjadi karena kemampuan IPTEK yang rendah.
2.      Kondisi sumber daya hutan saat ini sudah pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan akibat meningkatnya praktek pembalakan liar (illegal loging), penyelundupan kayu, pembakaran hutan dan lahan.
3.      Sumber daya alam (SDA) belum dimanfaatkan secara optimal, dikarenakan belum adanya jaminan keamanan dan keselamatan, belum adanya penataan batas _aritime, dsb.
4.      Pencemaran air, tanah, udara juga masih belum tertangani secara tepat karena semakin pesatnya aktivitas pembangunan yang kurang memperhatikan aspek kelestarian fungsi lingkungan.
5.      Desentralisasi pembangunan dan otonomi daerah juga telah mengakibatkan menigkatnya konflik pemanfaatan dan pengelolaan SDA, baik antar wilayah, antara pusat dan daerah, serta antar pengguna.
Tantangan dalam Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi(IPTEK) dan Sumber Daya Alam (SDA).
1.      Ilmu pengetahuan dan teknologi
Persaingan yang semakin tinggi pada masa era globalisasi menuntut peningkatan kemampuan dalam penguasaan dan penerapan IPTEK dalam rangka menghadapi perkembangan global menuju ekonomi berbasis pengetahuan.  Dalam rangka meningkatkan kemampuan IPTEK secara nasional, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan kontribusi IPTEK untuk meningkatkan kemampuan dalam memenuhi hajat hidup bangsa, menciptakan rasa aman, memenuhi kebutuhan kesehatan dasar, energi, dan pangan, dsb.
Sumber Daya Alam dan lingkungan Hidup
1.      Dengan menelaah kondisi SDA dan lingkungan hidup saat ini, apabila tidak diantisipasi dengan kebijakan dan tindakan yang tepat akan dihadapkan pada 3 ancaman, yaitu krisis pangan, krisis air, dan krisis energi.  Ketiga krisis ini menjadi tantangan nasional jangka panjang yang perlu diwaspadai agar tidak menimbulkan dampak buruk  bagi kehidupan masyarakat dan bangsa.
2.      Kemajuan dapat diperoleh dengan memanfaatkan sumber daya alam daratan dan SDA lautan.  Mengoptimalkan pendayagunaan sumber daya kelautan  untuk perhubungan laut, perikanan, pariwisata, pertambangan, industri maritim, bangunan laut, dan jasa kelautan menjadi tantangan yang perlu dipersiapkan agar dapat menjadi tumpuan masa depan.
3.      Meningkatnya kasus pencemaran lingkungan diakibatkan oleh laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, kemajuan industrialisasi dan transportasi, pencemaran sungai dan tanah oleh industri, pertanian dan rumah tangga memberikan dampak negatif yang mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan sitem lingkungan secara keseluruhan dalam menyangga kehidupan manusia.
Dari kondisi umum dan tantangan tadi maka dibuatlah visi dan misi pembangunan nasional tahun 2005-2025, adapun visinya, yaitu: Mengarahkan pada pencapaian tujuan nasional seperti yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.  Visi pembangunan nasional tersebut harus dapat diukur untuk dapat mengetahui tingkat kemandirian, kemajuan, keadilan dan kemakmuran yang ingin dicapai.
Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui 8 misi pembangunan nasional sebagai berikut:
1.      Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradap berdasarkan falsafah pancasila.
2.      Mewujudkan bangsa yang berdaya saing
3.      Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum
4.      Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu
5.      Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan
6.      Mewujudkan Indonesia  asri dan lestari
7.      Mewujudkan Indonesia menjadi Negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional
8.      Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional
Setelah didalam visi dan misi tersebut dijelaskan maka arah, tahapan, dan prioritas pembangunan jangka panjang tahun 2005-2025.  Sesuai dengan tujuan pembangunan jangka panjang, maka ukuran tercapainya Indonesia yang maju, mandiri, dan adil, pembangunan nasional dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran-sasaran pokok sebagai berikut:
1.      Mewujudkan Bangsa yang Berdaya Saing
Kemampuan bangsa untuk berdaya saing tinggi adalah kunci bagi tercapainya kemajuan dan kemakmuran bangsa.  Daya saing yang tinggi, akan menjadikan Indonesia siap menghadapi tantangan-tantangan globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang ada.  Untuk memperkuat daya saing bangsa, pembangunan nasional dalam jangka panjang diarahkan untuk (a) mengedepankan pembangunan SDM berkualitas dan berdaya saing; (b) memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan disetiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sitem produksi, distribusi, dan pelayanan di dalam negeri;(c) meningkatkan penguasaan, pemanfaatan, dan penciptaan pengetahuan ; (d) membangun infrastruktur yang maju; (e) melakukan reformasi dibidang hukum dan aparatur Negara.
Dari penjelasan diatas maka memperkuat perekonomian domestic menjadi titik tekan yang cukup penting, perekonomian domestic bisa diperkuat  melalui sektor pertanian, sektor UMKM, dan lain sebagainya. Dibawah ini beberapa strategi pembangunan pertanian kedepannya adalah sebagai berikut:
1.      Memposisikan Pertanian sebagai leading sektor dalam pembangunan nasional
2.      Konsolidasi kelembagaan, restrukturisasi, dan reorganisasi
3.      Memperkuat data base, potensi sumber daya nasional untuk pembangunan
4.      Peningkatan mutu SDM
5.      Konsolidasi pemilikan dan distribusi factor produksi terutama lahan
6.      Pengembangan teknologi berwawasan lingkungan
7.      Desentralisasi perencanaan untuk mengisi dan membangun serta memperkuat otonomi daerah
8.      Pengembangan komoditas strategis
9.      Pengembangan Kelembagaan dan Asosiasi petani
10.  Pengembangan koperasi, UKM, dan kemitraan
11.  Pengembangan Jaringan system informasi
12.  Pengembangan Industri berbasis pertanian
13.  Pengembangan market intelegence
14.  Penguatan posisi Indonesia di lembaga WTO
15.  Penguatan politik pertanian Indonesia
Strategi pembangunan pertanian dijabarkan dalam bentuk program yang konkrit, realible, workable, dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan.  Program pembagunan pertanian meliputi:
1.      Program peningkatan produksi:
Tujuannya: (a) mewujudkan swasembada dan ketahanan pangan nasional khususnya beras; (b)meningkatkan volume ekspor hasil-hasil pertanian;(c) sekaligus substitusi impor; (d)menyediakan bahan baku industry pengolahan; (e)mewujudkan diversivikasi pangan dan gizi.  Program peningkatan produksi  meliputi:
1.      Program peningkatan produksi tanaman (pangan, holtikultura, perkebunan, dan kehutanan)
2.      Program Peningkatan Produksi Perikanan
Program peningkatan produksi peternakanKegiatan program peningkatan produksi meliputi: Pengembangan system berbenihan nasional, peninngktan produktivitas, perluasan areal tanam, areal tangkap, areal budi daya ikan, peningkatan populasi peternak(antara lain melalui inseminasi buatan), rehabilitasi tanaman, replanting, diversivikasi, rotasi tanaman, dsb.
3.      Program Pengembangan SDM
Program pengembangan SDM dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan profesionalisme bagi para petani dan pelaku agribisnis, mitra kerja, aparat pemerintah(pusat dan daerah) sesuai dengan tugas dan fungsinya. Kegiatan program peningkatan produksi meliputi: Pelatihan petani dan pelaku agribisnis, penataan tenaga dan system penyuluhan, pemagangan dan studi banding, pengembangan incubator agribisnis, sosialisasi program dan kebijaksanan bagi instansi mitra pertanian, penguatan tenaga-tenaga peneliti terutama dibedang pemuliaan, budi daya, bioteknologi, pascapanen, mutu hasil,dsb.
4.      Program Pengembangan Sarana da Prasarana
Programnya meliputi pengembangan sarana dan prasarana pertanian seperti pencetakan sawah baru, irigasi, pelabuhan, jalan, sarana komunikasi, TPI, RPA, RPH, terminal agribisnis, BPP, BIPP klinik konsultasi,dan mobilitas.  Kegiatannya meliputi:
1.      Pembangunan sarana prasarana yang merupakan kebutuhan dasar, urgen dan mendesak
2.      Rehabilitasi sarana dan prasarrana dalam  rangka optimalisasi
3.      Memobilisasi sarana dan prasarana sehingga lebih aktif, optimal dan merata keseluruh wilayah
4.      Mengembangkan system informasi yang dapat diakses oleh semua instansi agribisnis
5.       Program Pengembangan Usaha
Program ini dimaksudkan untuk mendorong pengembangan kelembagaan usaha, mendorong investasi di sector agribisnis, penngembangan system informasi pasar, penguatan jaringan pasar, standarisasi, dan akrediasi, peningkatan mutu hasil,dsb.  Kegiatannya meliputi: Pembinaan teknis dan manajemen bagi petani dan pelaku agribisnis, Pengembangan skim-skim kredit pertanian yang memenuhi karaktrisktik agribisnis, termasuk pengembangan bank pertanian, Pengembangan model-model kemitraan yang ideal,dsb.
6.      Program Pengembangan Teknologi dan Rekayasa Pertanian
Program ini ditujukan untuk mengembangkan teknologi budi daya, bioteknologi, pengembangan klon dan varitas baru, teknologi pengolahan hasil, teknologi pasca panen, rekayasa kelembagaan, rekayasa genetic,dsb.  Adapun kegiatannya meliputi: pengembangan penelitian terapan, spesifik lokasi.  Pengembangan penelitian teknologi biologi(biotknologi), solar cellhydro. Dan aero phonil. Distribusi dan sosialisasi hasil-hasil penelitian, penguatan sarana dan prasarana pertanian, koordinasi peneliian, dan peningkatan jumlah dan mutu peneliti. 
2.3       Akibat yang Ditimbulkan bagi Sektor Ekonomi yang Lain jika Revitalisasi Ini Sudah Dilaksanakan.
Pemerintah telah membuat RPJPN dan di persempit lagi dalam RPJMN, dalam RPJMN ke- I(2005-009) lebih diarahkan pada penataan kembali dan membangun Indonesia disegala bidang yang ditujukan untuk menciptakan Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokrasi, dan yang tingakat kesejahtraan rakyatnya meningkat.  Indonesia yang aman dan damai ditandai dengan meningkatnya rasa aman dan damai serta terjaganya NKRI berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan  Bhineka tunggal Ika melalui tertanganinya berbagai kerawanan dan tercapainya landasan pemmbangunan kemampuan pertahanan nasional serta meningkatnya keamanan dalam negeri termasuk keamanan social.  Dari pelaksanaan RPJMN ternta telah membuahkan hasil bagi semua sector ekonomi, kalau dulu pada tahun 1999-2002 kondisi Indonesia disektor agraris agak menurun, twerbukti dengan Indonesia melakukan impor beras dan impor kedelai.  Namun saat ini sector agraris sudah cukup berkembang, hasil-hasil produksinya sudah mencukupi untuk kebutuhan dalam negeri dan Indonesia baru siap ekspor jika hasil panen dari sector agraris mencapai 5 juta ton milyar per tahun.  Sektor agraris sekarang sudah mulai cukup berhasil pembangunannya setelah semua program-program diatas itu dijalankan dengan baik, maka akan menimbulkan akibat bagi sector ekonomi yang lain seperti sector ekonomi mikro muncul koperasi-koperasi yang bergerak dibidang pertanian dimana kegiatannya lebih mengkhususkan pada para petani, kesejahteraan petani, kebutuhan petani, dsb. Dengan adanya koperasi petani maka nasib petani akan terlindungi, hal itu jika petani menjadi anggota dari koperasi ini, bentuk pelindungannya adalah koperasi tetap membeli hasil panen petani dengan harga yang stabil meski hasil panen tersebut harganya agak turun atau agak naik serta berapapun hail panen dari petani koperasi tetap akan membelinya jadi patani tidak harus khawatir.
Sector ekonomi makro seperti tercapainya program swasembada pangan, paling tidak meski program tersebut belum tercapai paling tidak pemerintah tidak harus ekspor dan kebutuhan dalam negeri tercukupi, kesejahteraan masyarakat dapat trcapai dikarenakan harga-harga bahan kebutuhan pokok tetap stabil, kondisi perekonomian juga tetap stabil karena tidak ada fluktusi harga kebutuhan pokok yang kenaikannya cukup drastic, dsb.
  















BAB III
KESIMPULAN
1.      Indonesia terletak di khatulistiwa dengan iklim kepulauan dan hutan hujan tropisnya dan kekayaaan alam yang melimpah ruah dengan kecukupan curah hujan  atau irigasinya memadai akan menjadikan tanahnya memiliki produktivitas tertinggi didunia.  Ditambah sinar matahari yang memancar sepanjang tahun dan suhu rata-rata, seharusnya Indonesia mempunyai keunggulan komparatif yang dapat diandalkan bila dibandingkan dengan negara manapun didunia.  Sumber daya pertanian  ditambah kekayaan alam diluasan laut, semestinya merupakan modal dasar yang sangat besar untuk pembangunan Indonesia.  Namun, apa yang terjadi selama ini dengan pertanian Indonesia?  Di era Orde Baru (ORBA) sektor pertanian berkembang dengan sangat pesatnya sampai hasil panenya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri sampai berlebih, Indonesia menjadi negara pengekspor beras terbesar se-ASEAN berkat program swasembada pangannya yang berhasil.  Namun setelah orde baru (ORBA) runtuh Indonesia malah menjadi negara pengimpor beras, dan kedelai mulai tahun 1998-2007.  Namun dua tahun terakhir menjelang detik-detik berakhirnya pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla hasil panen dari sektor agraris sudah cukup baik.  Karena pemerintah mampu menganalisis dan menyelesaikan permasalahan dari sektor agraris ini.
2.      Dalam pokok bahasan yang pertama sudah diketahui bahwa sektor agraris tidak berkembang dengan pesat sebagaimana sektor-sektor yang lain dikarenakan ada beberapa permasalahan.  Namun permasalahan itu oleh pemerintah langsung ditindaklanjuti dengan program-program pemerintah yang tercantum dalam RPJPN dan RPJMN. Dintaranya adalah Peningkatan mutu SDM, Pengembangan teknologi berwawasan lingkungan, Desentralisasi perencanaan untuk mengisi dan membangun serta memperkuat otonomi daerah, Pengembangan komoditas strategis, Pengembangan Kelembagaan dan Asosiasi petani, Pengembangan koperasi, UKM, dan kemitraan, Pengembangan Jaringan system informasi, Pengembangan Industri berbasis pertanian, Pengembangan market intelegence, Penguatan posisi Indonesia di lembaga WTO, Penguatan politik pertanian Indonesia.  Dimana setelah dirumuskan dalam RPJPN maka dipersempit lagi dalam RPJMN dan juga dibuat program-programnya dan kegiatannya.
3.      Setelah semua strategi ini dibuat dan dibentuk dalam sebuah program kemudian program ini diwujudkan dalam bentuk kegiatan maka hal itu bisa memberikan dampak, baik berupa dampak positif maupun dampak negatif.  Dampaknya bagi sektor ekonomi mikro yaitu tumbuhnya koperasi-koperasi kecil dalam bdang pertanian dimana para petani tidak perlu khawatir bila sudah ikut koperasi ini petani akan terlindungi berapapun hasil panennya koperasi akan membelinya dengan harga yang tetap stabil.  Selain berdampak pada sektor ekonomi mikro juga berdampak pada sektor ekonomi makro yaitu terwujudkannya swasembada pangan, kesejahteraan masyrakat, kebutuhan masyarakat terpenuhi, dan dapat menambah devisa negara bila hasil dari sektor agraris ini bisa diekspor.


















DAFTAR RUJUKAN
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2002. 5 tahun Pelitian dan Pengembangan Pertanian 1997/2001: Membangun Agribisnis melalui Inovasi Teknologi. Jakarta: Departemen Pertanian.
Djojohadikusumo,S. 1986. Indonesia dalam Perkembangan Dunia: Kini dan Masa Mendatang. Jakarta: LP3ES.
Isnani,G. 1996. Ekonomi Pembangunan: Sebuah Pengantar untuk Memahami Proses, Masalah dan Dasar kebijakan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Bahan Ajar. Malang: Bagian Proyek OPF IKIP MALANG 1996/1997.
Mangunwidjaja, D. & Sailah, I. 2005. Pengantar Teknologi pertanian. Jakarta: Penebar Swadaya.
Napitupulu, Anggiat.  2009. Karakteristik Dasar Bangsa Indonesia Sebagai Fundamen Pertanian Dan Kelautan Perikanan,(online), (http://lacakinda.com, diakses 30 April 2009).
Nuhung, Iskandar Andi. 2006.  Membangun Pertanian Masa Depan. Semarang: Aneka Ilmu.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009. 2005. Yogyakarta: Pustaka Setia
Soekarwati. 2000. Pengantar Agroindustri. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.                 
Undang-Undang Republik Indonesia nomer 17 Tahun 2007 tentang Rencana pembangunan jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025. 2007. Yogyakarta: Pustaka Setia.
Universitas Negeri Malang. 2003. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan Penelitian. Edisi Keempat Cetakan kedua.Malang: Biro Administrasi Akademik, Perencanaan, dan Sistem Informasi Bekerja Sama dengan Penerbit Universitas Negeri Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar